Rabu, 20 Juni 2012

kebaikankah atau keadilankah yang harus diutamakan oleh sutiawan sadra

KEBAIKANKAH ATAU KEADILANKAH, Yang Harus Diutamakan ?!
*Oleh Sutiawan Sadra
“Yaah, kalau zaman sekarang itu pada hakikatnya harus bisa pandai-pandai bersyukur supaya tidak merasa tersiksa”. Keluh bapak amin sambil mencuci kedua tangannya di kali depan pasar baru”.
Bapak Amin, 39 tahun status menikah dan telah mempunyai dua anak ini saat ditanya tentang pekerjaannya sebagai pembersih sampah di sungai dekat pasar baru, bapak Amin mengatakan bahwa “ sebenarnya saya dulu bekerja sebagai tukang racik bumbu di sebuah rumah makan selama 13 tahun. Hanya saja saya tidak betah kerja disana karena terlalu banyak aturan”. Katanya sambil membenarkan kain penutup kepalanya.
“Setelah itu saya juga mencoba usaha lain yaitu berdagang, tapi saya kapok dengan berdagang karena saya pernah, digusur sebanyak dua kali. Jadi, saya bekerja seperti yang anda lihat sekarang ini. Yaaah…Alhamdulillah, walaupun saya bekerja sebagai pembersih sungai tapi saya senang kerja disini. Kalau “bau” sih itu sudah resiko, namanya juga sampah dan apalagi sungainya sudah tercemar kaya gini.”
“Selain itu saya juga merasa cocok bekerja disini. Pada intinya apapun, sebagai apa dan dimanapun itu kerjanya yang penting ikhlas dan halal. Saya berharap saya kedepannya bisa maju dan saya juga berharap semoga pemerintah bisa memperhatikan nasib rakyatnya yang lemah.” Harapan yang diungkapkan Pak Amin di tengah terik matahari di pinggir sungai pasar baru.
Harapan dari Pak Amin mungkin bisa menjadi perwakilan dari harapan-harapan masyarakat yang lainnya, yaitu harapan kepada pemerintah agar punya sikap terhadap pemerintahannya untuk memakmurkan rakyat. Harapan ini bisa mungkin terwujud apabila setiap orang, umumnya pada pemerintah bisa berbuat baik dan berbuat adil kepada dirinya begitu pula pada yang lainnya.
Berbicara tentang berbuat baik dan berbuat adil pada diri seseorang, banyak orang yang terjebak dan keliru dalam memahami dan mengamalkan dua istilah ini. Murtadha Muthahhari, seorang filosof abad dua puluh yang lahir di Fariman, Iran. Membahas tentang kebaikan dan keadilan.. Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa “ keadilan itu meletakan perkara pada tempatnya, sedangkan kebaikan itu mengeluarkan perkara dari tempatnya. Jadi keadilan adalah hak setiap yang berhak menerima haknya. Adapun kebaikan adalah apabila seorang itu mengeluarkan haknya dan memberikannya kepada seorang yang tidak berhak atas hal tersebut. Itulah sebabnya kenapa kebaikan itu disebut sebagai mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.
Sekarang kita bandingkan antara kebaikan dan keadilan itu mana yang harus dijalankan. Pertanyaan ini dapat kita jawab seandainya kita lihat dari dua sisi.
Pertama, antara keadilan dan kebaikan dalam pandangan etika individual , maka kebaikan itu lebih tinggi dari pada keadilan. Kenapa dikatakan demikian ? karena seorang yang adil itu dipandang adil karena telah sampai kepada batas kesempurnaan insani, seperti: tidak melanggar hak-hak orang lain dan tidak merampas harta orang lain. Adapun orang yang berbuat baik disamping tidak tamak terhadap harta seseorang, juga berbuat baik kepada harta orang lain dengan harta dan kesusah-payahannya. Bukannya mengambil peran seseorang, malah ia memberikan perannya kepada orang lain; dan bukan menumpahkan darah orang lain, ia malah siap untuk menumpahkan darahnya sendiri sebagai tumbal bagi kebaikan. Dengan demikian, dari segi sifat-sifat etika individual, kebaikan itu lebih tinggi dari pada keadilan.
Kedua, keadilan dan kebaikan dalam pandangan sosial. Apabila kita memandang keadilan dan kebaikan itu dalam pandangan ini maka keadilan itu lebih tinggi kedudukannya dari kebaikan.
Keadilan dalam masyarakat sama dengan fondasi yang di atasnya didirikan sebuah bangunan; sedang kebaikan sama dengan hiasan bangunan tersebut dengan cat dan warna-warna. Maka pertama, kita harus membangun fondasi dulu kemudian baru mencat dan memperindahnya. Apabila fondasi-fondasinya keropos, apakah faedah warna dan hiasan itu? Sedangkan apabila fondasi bangunan itu kokoh, maka tentunya bangunan itu dapat dihuni, kendatipun belum diperindah dan tanpa hiasan. Begitupun dengan keadilan dan kebaikan, apabila kita tidak menegakan keadilan dalam diri kita untuk ranah sosial maka apa artinya kebaikan yang kita lakukan. Kebaikan tanpa keadilan dalam etika sosial hanya jadi hiasan tanpa bangunan.
Kebaikan yang terkadang baik dan bermanfaat, serta memiliki keutamaan yang besar di dalam pandangan pelaku kebaikan itu, terkadang tidak baik bagi penerima kebaikan tersebut. Perkara ini termasuk yang harus diperhitungkan sebagaimana kita harus memperhitungkan perhitungan masyarakat . apabila kita tidak menjaga keseimbangan sosial, dan membiarkan masalah-masalah tanpa perhitungan, maka keutamaan moral ini juga terkadang mengakibatkan kemalangan umum dan kehancuran bagi masyarakat. Karena itu bersedekah yang banyak, wakaf-wakaf yang melimpah dan nazar-nazar ynag berlebihan akan menjadi seperti banjir yang memporak-porandakan masyarakat. Ketika ia terbukti justru mengakibatkan kemalasan orang dan menciptakan masyarakat penganggur yang rusak mentalnya.
Allah SWT berfirman “ Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpaan angin yang mengandung hawa sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS 3:117).
Maka dari itu pengaturan masyarakat itu tidak mungkin dapat dilakukan dengan kebaikan, karena asas system sosial itu adalah keadilan. Sebenarnya kebaikan apabila tidak diperhitungkan dan ditentukan, akan mengeluarkan permasalahan dari porsinya.
Imam Ali As-sajjad berkata: “ berapa banyak orang yang terkecoh oleh kebaikan dan berapa banyak orang yang tertipu kebaikan, dan berapa banyak orang yang terlempar karena kebaikan yang dilakukan kepadanya”.
Demikian yang dikatakan oleh filosof besar Murtadha Muthahhari dalam memandang keadilan dan kebaikan, yang sangat penting sekali difahami dan direalisasikan oleh setiap orang terlebih khusus untuk para pemimpin pemerintahan negeri ini agar mereka tak keliru dalam mengambil sikap terhadap masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar